BERITA VIRAL

Kalah Ngeri dan Kalah Seksi Zombi di Mata Sineas Indonesia

Kalah Ngeri dan Kalah Seksi Zombi di Mata Sineas Indonesia

LOKERBOLAKalah Ngeri dan Kalah Seksi Zombi di Mata Sineas Indonesia.
Sebagai masyarakat yang tumbuh dengan kisah dan film horor yang kaya, Indonesia terbilang mudah menerima karya sinematik lainnya yang berkaitan dengan genre horor tersebut.

Dan, patut diakui horor adalah salah satu genre film yang tak akan kehilangan penonton di Indonesia. Hal itu pun terlihat dari film horor baru yang rutin rilis nyaris tiap bulan di bioskop dalam tiga tahun terakhir.

Beragam cerita horor Indonesia juga pernah muncul di layar lebar, mulai dari permainan tradisional jailangkung, mayat yang beranak dalam kubur, sampai kuntilanak yang tertawa bak kuda meringkik. Semua silih bergantian mendongkrak popularitas dunia per filman tanah air.

Faktor cerita rakyat yang masih lekat dalam budaya masyarakat dianggap akademisi film dari Institut Kesenian Jakarta, Satrio Pepo Pamungkas, menjadi salah satu penyebab film horor mudah diterima.

“Pada dasarnya film adalah sebagian realita yang digunting berdasarkan konvensi masyarakat atau representasi kehidupan sosial masyarakat di suatu daerah,” kata Satrio beberapa waktu lalu.

Kedekatan masyarakat Indonesia dengan folklor horor itulah yang jadi salah satu alasan produser juga sineas menggarap sebuah film. Bukan hanya sebagai produk seni, film horor itu juga diharapkan bisa mendatangkan keuntungan.

Para produser dan sineas lokal Indonesia masih menilai bahwa horor asli Indonesia masih lebih mudah mendatangkan penonton karena faktor kedekatan tersebut. “Wajar kalau banyak film horor soal hantu asal Indonesia dan laku di pasaran,” lanjut Satrio.

Meski demikian, bukan berarti penonton Indonesia tidak bisa menerima film horor yang mengisahkan hantu dari negara lain.

Menurut Satrio, zombi yang berasal dari Amerika Serikat dan termasuk dalam genre horor masih bisa diterima oleh penonton Indonesia. Alasan paling mendasar dari hal ini adalah karena zombi dicitrakan sebagai salah satu jenis hantu.

Memang pada kebanyakan film zombi populer di era modern, makhluk itu muncul akibat manusia yang terinfeksi virus atau penyakit zombi. Namun berdasarkan hikayatnya, zombi sejatinya adalah hantu.

‘Hantu’ dari Haiti

Zombi berasal dari cerita rakyat Haiti. Masyarakat di kawasan Kepulauan Karibia itu percaya bahwa zombi adalah mayat yang dihidupkan dengan beberapa metode, terutama sihir seperti voodoo. Di sana, zombi termasuk sebagai salah satu jenis hantu.

Cerita rakyat itu dituliskan dalam buku bertajuk The Magic Island (1929) karya penulis, jurnalis, wisatawan sekaligus peneliti hal mistis asal AS bernama William Buehler Seabrook.

Ia mengklaim bertemu dengan kumpulan orang yang mempraktikkan voodoo dan melihat zombi dibangkitkan dari mayat untuk dipekerjakan sebagai budak.

Cerita rakyat Haiti itu bergulir di AS hingga kemudian menjadi landasan cerita film White Zombie (1932), yang tercatat sebagai film panjang pertama tentang zombi.

Dalam film itu, zombi dideskripsikan sebagai mayat yang dihidupkan dengan ilmu sihir, kemudian dipekerjakan sebagai budak oleh orang yang membangkitkan. Seiring berjalannya waktu, asal-usul zombi pada film pun berubah.

Kini, dalam kebanyakan film di era modern, zombi tak lagi berasal dari mayat yang dihidupkan dengan ilmu sihir melainkan karena terpapar virus atau penyakit, seperti dalam film World War Z (2013) dan I Am legend (2007).

Dua film itu mendapat sambutan positif di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Box Office Mojo, World War Z berhasil meraup pendapatan sebesar US$540 juta dan I Am Legend berhasil meraup pendapatan sebesar US$585 juta.

Kurang Seksi di Mata Sineas

Namun Satrio menilai zombi Kalah Ngeri , bila diperhatikan lebih dalam, penerimaan film zombi di Indonesia hanya efektif pada tataran penonton. Sedangkan pada tingkat pembuat film, kisah ini kurang ‘seksi’.

Hal itu terlihat sejak film horor Indonesia pertama, Doea Siloeman Oeler Poeti en Item pada 1934, amat sedikit film Indonesia yang mengisahkan zombi atau mayat hidup.

Satu dari sedikit film itu adalah Pengabdi Setan pada 1980. Film Indonesia ini bahkan bisa disebut sebagai pionir yang menampilkan mayat hidup, meski tidak dalam porsi cerita yang dominan.

Jejak itu diikuti film horor komedi bertajuk Mayat Hidup (Jeritan Malam) yang rilis pada 1981.

Namun jejak dua film itu pun terhapus begitu saja. Bertahun-tahun setelah dua film tersebut, film horor Indonesia lebih sering bercerita soal sosok hantu perempuan, seperti sundel bolong, kuntilanak, atau siluman yang kerap dibintangi Suzzanna Martha Frederika van Osch.

37 Tahun

Kurang lebih, butuh 37 tahun untuk perfilman Indonesia disambangi kembali oleh zombi. Itu pun melalui Pengabdi Setan pada 2017 lalu yang merupakan garapan ulang dari film bertajuk sama pada 1980.

Pengabdi Setan versi 2017 yang sukses dengan 4,2 juta penonton itu memang bisa disebut sebagai titik balik kebangkitan film horor Indonesia. Namun hanya sebatas genre horor, tidak pada sosok makhluk horor yang ditampilkan.

“Menurut saya, konsesi masyarakat itu yang menyebabkan perfilman kita tidak banyak memberikan tayangan zombi. Kepala kita dari kecil diisi cerita mitos hantu di daerah kita dan bentuknya bukan zombi,” kata Satrio.

“Pun kalau ada yang film horor Indonesia yang benar-benar menampilkan sosok zombi, film itu dikemas dengan cerita komedi atau dipelesetkan. Jadi ceritanya dipelesetkan, tidak dibikin menakutkan dan serius seperti Train To Busan misalnya,” katanya.

“Kalau tidak dibikin seperti itu, mungkin tidak laku. Jatuhnya orang menonton film tersebut bukan karena ingin melihat zombi sebagai salah satu jenis hantu, tapi karena ingin melihat komedi,” kata Satrio.

“Jadi budaya lisan yang ditanamkan sejak itu sangat mempengaruhi, dalam hal ini mempengaruhi diskusi dan ketakutan terhadap film soal zombi atau mayat hidup.” katanya.

Salah satu film yang dimaksud Satrio adalah Reuni Z (2018) garapan Monti Tiwa dan Soleh Solihun. Film ini mengisahkan pesta reuni Sekolah Menengah Atas (SMA) Zenith angkatan 1997, pesta menjadi bencana ketika salah seorang yang hadir berubah menjadi zombi.

Produser Rapi Films, Sunil Samtani, sadar bahwa zombi bukan jenis hantu yang umum dan menakutkan di Indonesia. Dalam industri perfilman Indonesia pun, zombi Kalah Ngeri dengan hantu lainnya.

“Karena itu kami coba buat film zombi dengan kemasan komedi, kami sengaja pilih aktor yang juga seorang komedian. Memang membuat film zombi di Indonesia gambling, supaya aman saya masukkan elemen komedi,” kata Sunil.

Ia mengaku biaya produksi Reuni Z lebih mahal dari film horor kebanyakan lantaran harus menampilkan banyak zombi. Pengeluaran pada aspek riasan dan penggunaan lensa membengkak demi membuahkan hasil berkualitas.

Secara keseluruhan, Sunil merasa puas dengan kualitas serta hasil pekerjaan Monti dan soleh. Sampai akhir penayangan film ini ditonton sekitar 150 ribu sampai 170 ribu penonton, pencapaian yang lumayan bagus untuk film zombi.

“Ke depan kami belum terpikirkan untuk membuat film zombi lagi. Kalau mau bikin film horor itu harus yang merakyat dan bisa dimengerti secara umum oleh penonton Indonesia. Zombi, belum umum.” tutup Sunil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *