BERITA VIRAL

Cara Mongolia Blokade China dan Catat Nol Kematian Covid-19

Cara Mongolia Blokade China dan Catat Nol Kematian Covid-19

LOKERBOLA – Mongolia berbagi perbatasan darat terpanjang di dunia dengan China yang dianggap merupakan negara tempat pandemi Covid-19 berasal. Namun per tanggal 27 Agustus 2020, Mongolia tak mencatat angka kematian akibat Covid-19.

Per tanggal 27 Agustus, Mongolia yang didirikan oleh Genghis Khan itu mencatat 301 kasus positif Covid-19. Ahli Epidemiolog dari National Center for Public Health di Ulaanbaatar, Mongolia, Davaadorj Rendoo, membagikan resep yang dijadikan strategi nasional untuk menekan angka kematian Covid-19.

Rendoo mengatakan respons awal dan terpusat di Mongolia sangat efektif sehingga tak ada satu orang pun di Mongolia yang meninggal akibat Covid-19.

Rendoo mengakui bahwa negaranya tidak memiliki sistem kesehatan yang sangat bagus, respirator juga tidak banyak dimiliki oleh Mongolia. Pemerintah Mongolia sangat khawatir dengan Covid-19 dan takut apabila da komunitas yang terkena Covid-19.

“Kami pertama kali mendengar tentang virus baru yang menyebar di China sekitar Malam Tahun Baru. Pada 10 Januari, kami mengeluarkan imbauan publik pertama kami, memberitahu semua orang di Mongolia untuk memakai masker,” kata Rendoo.

Rendoo menuturkan apa yang ada di kepala setiap orang harus dipersiapkan sebelum penyebaran. Alasan lain negara Mongolia begitu bersemangat untuk melindungi masyarakat adalah karena Mongolia sangat berdekatan dengan China.

“Kami memiliki perbatasan darat terpanjang di dunia dengan China, 4.600 kilometer, serta aliran manusia yang berkelanjutan untuk pendidikan dan bisnis dari China ke Mongolia,” tutur Rendoo.

Rendoo menjelaskan Mongolia memiliki iklim yang keras, kering dan dingin. Setiap tahunnya dari November sampai Februari saat flu menjadi penyakit umum, Kementerian Kesehatan selalu mendorong masyarakat untuk menjaga kebersihan dan mencuci tangan, terutama anak-anak kecil.

Oleh karena itu, Rendoo mengatakan imbauan protokol kesehatan Covid-19 bukanlah hal baru bagi Mongolia.

“Kami telah melakukan tes sejak Januari. Kami bahkan memulai skrining pasien pneumonia secara acak untuk Covid-19 tetapi tidak pernah menemukan pasien. Kami mendapatkan sebagian besar alat tes kami dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), termasuk tes cepat, dan dapat meningkatkannya dengan cukup cepat,” tutur Rendoo.

Pada Februari, Rendoo mengatakan pemerintah membawa pulang 60 ribu diaspora untuk menguji mereka.

Tak satu orang pun yang terdeteksi Covid-19 hingga 9 Maret. Seorang warga negara Prancis yang bekerja di provinsi selatan Dornogovi ditemukan mengidap virus corona. Sejak hari itu, Kementerian Kesehatan telah melakukan pembekalan situasi harian untuk membicarakan berapa banyak kasus yang masuk, apa saja daerah yang berisiko tinggi.

“Setelah kasus itu diumumkan, orang-orang menjadi lebih patuh pada arahan kami. Tapi kami sangat siap untuk kasus ini. Kami benar-benar punya cukup waktu untuk bersiap,” tutur Rendoo.

Untuk warga negara Prancis itu, pemerintah melakukan pelacakan kontak yang sangat ekstensif dan mengidentifikasi 120 orang yang pernah melakukan kontak dengannya.

Rendoo mengatakan pihaknya juga telah membuka layanan 24 jam hotline Covid.

“Ini bukan pertama kalinya kami melakukan pelacakan kontak, itu telah menjadi bagian dari mandat Pusat Nasional Penyakit Menular sejak didirikan. Kami melakukan ini untuk semua jenis penyakit, termasuk penyakit menular seksual,” kata Rendoo.

Gaya Hidup Nomaden Mongolia Buat Kebal dari Covid-19 Dibantah

Rendoo menuturkan orang-orang mendapatkan semua jenis informasi yang salah dari media sosial. Salah satu tipuan besar adalah karena orang Mongolia makan dengan sangat sehat dan hidup dalam gaya hidup nomaden tradisional, masyarakat Mongolia tidak akan tertular virus dan memiliki kekebalan alami.

Informasi salah lainnya adalah karena iklim dingin dan kering, virus tidak bertahan di sini. Virus dianggap  hanya bertahan di iklim hangat dan basah.

“Saat ini, bahkan mayoritas penggembala dan pengembara memiliki TV satelit dengan energi matahari, sehingga mereka tetap dapat mengakses informasi,” ujar Rendoo.

Rendoo mengatakan kekhawatiran pemerintah mulai menurun karena Mongolia akan memasuki musim panas. Di mana cuaca akan semakin bagus dan tidak akan mendukung penyebaran penyakit flu maupun Covid-19.

“Orang-orang pergi piknik, menunggang kuda. Kami telah mengatur banyak pemeriksaan suhu di tempat rekreasi di pedesaan. Hampir semua ruang publik, mulai mal dan apotik masih membutuhkan masker. Namun kami sadari bahwa di pedesaan, pemakaian masker setiap hari tidak memungkinkan,” tutur Rendoo.

Rendoo mengatakan tidak mengetahui sampai kapan pihaknya akan menutup perbatasan Mongolia.  Beberapa pejabat tertinggi di Monoglia mengatakan kami akan menutup perbatasan kami tanpa batas waktu.

“Kita tidak bisa menerima pembukaan begitu saja. Di Jepang, mereka mencabut pembatasan dan virusnya kembali,” kata Rendoo.

Rendoo mengatakan sekolah akan dibuka pada September, pihaknya akan gencar memberikan imbauan kepada publik untuk siap mencegah penularan.

Mongolia saat ini telah menutup perbatasan dengan Rusia dan Cina, kecuali lalu lintas barang yang penting. Pada 12 Februari, Pemerintah melarang perayaan Tahun Baru (Tsagaan Sar) ketika sekelompok besar anggota keluarga dan tetangga biasanya berkumpul bersama untuk merayakannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *