BERITA KESEHATAN

Misteri di Balik Rendahnya Angka Kematian Jepang dan Dugaan ‘Kebal’ Corona

Misteri di Balik Rendahnya Angka Kematian Jepang dan Dugaan ‘Kebal’ Corona

LOKERBOLA – Misteri di Balik Rendahnya Angka Kematian Jepang dan Dugaan ‘Kebal’ Corona

Jakarta – 

Jepang dikabarkan memiliki kekebalan superior terhadap wabah virus Corona COVID-19. Padahal negeri sakura ini disebut memiliki banyak kondisi yang membuatnya rentan terhadap paparan dari virus Corona COVID-19.

Ketika dunia menutup pintu untuk para pelancong dari China, Jepang menjaga perbatasan untuk tetap terbuka. Jepang juga tidak pernah menerapkan kebijakan seperti aturan lockdown untuk menangani virus Corona.

Apa yang dilakukan Jepang?

Pada awal April, pemerintah Jepang memerintahkan untuk menaikkan ‘keadaan darurat’. Tetapi imbauan untuk tinggal di rumah masih bersifat sukarela yang diartikan kembali lagi ke masing-masing. Bisnis diminta untuk ditutup, namun tidak ada hukuman bagi mereka untuk yang menolak untuk tidak menutup bisnis.

Jepang, yang memiliki populasi lansia lebih banyak dibandingkan negara lain, juga tidak mengindahkan saran dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk terus menguji tes virus Corona. Bahkan kini, total tes PCR hanya 348.000 atau 0,27 persen dari total 126.468.508 populasi Jepang.

Namun, lima bulan setelah kasus COVID-19 pertama dilaporkan, Jepang hanya memiliki kurang dari 20.000 kasus terjangkit dan kurang dari 1.000 kematian. Keadaan darurat pun telah diangkat dan kehidupan dengan cepat kembali normal seperti semula.

BACA JUGA : Jejak Corona Ditemukan Juga di Chicken Wings Impor dari Brasil

Ada juga bukti ilmiah yang berkembang bahwa Jepang sejauh ini benar-benar bisa menekan penyebaran virus Corona COVID-19. Perusahaan telekomunikasi raksasa, Softbank melakukan pengujian antibodi kepada 40.000 karyawan, dengan hasil menunjukkan bahwa hanya 0,24 persen yang terpapar virus Corona.

Pengujian acak terhadap 8.000 orang di ibu kota Tokyo dan dua prefektur lainnya telah menunjukkan tingkat paparan yang lebih rendah. Di Tokyo, hanya 0,1 persen yang positif COVID-19.

Ketika pengumuman pencabutan keadaan darurat berakhir bulan lalu, Perdana Menteri Shinzo Abe bahkan dengan bangga mengenalkan “Model Jepang”, mengisyaratkan bahwa negara-negara lain harus belajar dari Jepang dalam menangani pandemi

Namun, apakah Jepang memiliki kebal terhadap paparan corona?

Profesor Tatsuhiko Kodama dari Universitas Tokyo, yang mempelajari bagaimana pasien Jepang bereaksi terhadap virus, percaya bahwa Jepang mungkin pernah terpapar virus dari keluarga coronavirus sebelumnya, sehingga meninggalkan “historical immunity”.

Kodama menjelaskan, ketika virus memasuki tubuh manusia, sistem kekebalan menghasilkan antibodi yang menyerang patogen yang menyerang. Ada dua jenis antibodi, yakni IGM dan IGG. Cara mereka merespons dapat menunjukkan apakah seseorang pernah terkena virus serupa sebelumnya.

“Dalam infeksi virus primer (baru), respons IGM biasanya didahulukan,” kata Kodama, dikutip dari laman BBC Internasional.

“Kemudian respons IGG muncul kemudian. Tetapi dalam kasus sekunder (paparan sebelumnya) limfosit sudah memiliki memori, dan hanya respons IGG yang meningkat dengan cepat,” tambahnya.

Apa yang terjadi dengan pasiennya?

“Ketika melihat tes-tes kami heran, pada semua pasien, respons IGG datang dengan cepat, dan respons IGM kemudian dan lemah. Sepertinya mereka sebelumnya terkena virus yang sangat mirip,” ujar Kodama.

Kodama berpikir ada kemungkinan virus sejenis coronavirus di wilayah tersebut sebelumnya, sehingga menimbulkan tingkat kematian yang rendah, tidak hanya di Jepang, tetapi juga di China, Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, dan Asia Tenggara.

Selain itu, orang Jepang sendiri sudah mulai mengenakan masker wajah lebih dari 100 tahun lalu, atau selama pandemi flu 1919 dan tetap menerapkan itu hingga kini. Bahkan jika sedang flu, batuk, pilek, masyarakat Jepang akan mengenakan masker guna melindungi diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Hingga kini Jepang memiliki 19.775 kasus infeksi Corona, 977 kasus kematian, dan 17.124 pasien berhasil sembuh per Selasa (7/7/2020), dikutip dari data Worldometers.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *